
17 Januari 2010, hari Minggu itu adalah hari yang sangat saya tunggu sejak lama. Sebuah kongsi skena muda dan baru lahir beberapa bulan lalu bernama Youth Spirits akan mengadakan acara bertema Youth Spirits for Unity (walaupun pada akhirnya nama acara itu berganti menjadi “Youth Spirits”-saja). Setelah mengalami beberapa kendala, (perubahan venue dari twank café menjadi ibc café di jalan Burangrang, dan masalah perizinan) akhirnya acara tersebut bisa dilaksanakan oleh para panitia dan penonton dengan perasaan tenang.
Saya sendiri datang terlambat. Acara dimulai dari pukul 11.00 WIB dan saya baru memasuki venue sekitar pukul 13.00. Kebetulan saat itu barisan metalcore Griffin’s Holy Grove memulai lagu pertama mereka. Nomor-nomor garang yang mereka mainkan memang berbahaya. Atar sang vokalis berbalas parau serius dengan auman gitar dari Joko dan Akasha. Di bantu dengan trengginas nya sektor ritem dari Yusuf (yang hari itu merangkap juga sebagai mc acara) pada drum juga Aceng pada bass. Sayang kendala akustik yang kurang baik dari venue tersebut mengakibatkan penampilan mereka sedikit terganggu oleh menggemanya suara yang keluar dan juga enggan nya para penonton untuk beranjak dari tempat duduk. Mungkin suasana memang belum panas dan jumlah penonton masih tergolong sedikit. Di nomor terakhir mereka tutup dengan tampilnya Ray dari Off Her Drive untuk membantu mempertajam tombak corong.
Band yang saya tunggu berikutnya adalah Uno Paso Delante. Band 2-step hardcore asal duya ini sayangnya hanya bermain dengan 3 personil saja. Benny dan Riar berhalangan hadir. Sehingga Dinar (drum), Egi (bass), dan Shinchan (gitar/vocal) memainkan line-up mereka ala kadarnya. Tidak seperti biasanya. Sekali lagi yang disayangkan adalah animo penonton yang santai-santai saja -entah hanya anggapan saya saja atau tidak- mempengaruhi penampilan UPD yang ikut santai-santai saja. Walau kadang Dinar nampak antusias sekali di belakang drum dengan menggoyangkan badannya sendiri dan berteriak semangat sekali.
Yang menarik perhatian saya berikutnya adalah Off Her Drive. Milisi metal muda Bandung yang hari itu beranggotakan Ray pada vokal, Adam di bass, Efriansyah di gitar dan Arbi dengan drum. Entah mengalami cerita yang sama dengan UPD atau bukan, gitaris mereka satu lagi, Andika tidak nampak di venue saat itu. Tetapi, terlepas dari hal tersebut, penampilan mereka membuat saya tercengang. Sangatlah terstruktur. Rapih dalam artian sebenarnya. Dari segi sound, (walaupun hanya satu gitar, tapi sektor ritem tetap aman terkendali.) aksi panggung, dan segi teknis, hampir tidak ada celah sedikitpun. Nomor andalan seperti Lost, dan Berlin Wall mereka bawakan dengan jumawa. Dan alhamdulillaah, venue mulai penuh. Penonton berdatangan, membuktikan bahwa taktik panitia dengan mengeluarkan harga tiket 7.000 rupiah + soft drink cukup ampuh.
Penampilan mencolok berikutnya adalah Never Give Up Nobita. Beranggotakan Dicky pada drum, Aceng (yang juga merupakan bassist Griffin’s Holy Grove) di bass, Zico pada vokal, synth, dan loop, Abud dan Egi Komeng pada vokal dan gitar mereka membawakan nomor powerpop / punkrock andalan mereka. Saya menggarisbawahi penampilan Dicky pada hari itu. Menjaga tempo dengan mapan, rolling-rolling cepat dan bertenaga, tapi tetap menyatu dengan instrument lain membuat Dicky nampak cemerlang hari itu. Zico dan Aceng yang notabene nya adalah anggota baru tampak sudah sangat match dengan personil lain. Membawakan 3 lagu andalan dan ditutup dengan Quit School To Buy A Doll For Your Valentine membuat mereka sukses membuat para penonton bertepuk tangan puas menikmati hasil dari harga tiket cukup murah yang dibalas dengan penampilan eksklusif dari NGUN.
Tibalah kita, hampir di ujung acara.
Saat itu Absolute Zero sedang bersiap siap. Dan entah sejak kapan penonton jadi maju 2 langkah lebih ke depan. Tidak aneh, bahwa AZ adalah salah satu dari band hardcore terbaik di Bandung dan sekitarnya. Dan saat mc pun meneriakkan nama “Absolute Zero!”, penonton yang semula diam, menjadi liar dan tak terkendali saat intro di mainkan. Semangat yang terkandung di dalam lagu mereka, membangkitkan semangat , jiwa muda yang (bagi saya) sempat lama hilang. Tanpa saya sadari, saya sudah berada dalam ‘circle pit’, ber-moshing dan menghentak-hentakkan kepala dengan tidak terkendali. Saat intro saja seperti itu, jadi bisa dibayangkan ketika lagu kedua di mainkan, ‘What Have You Done’, suasana yang luar biasa liar, terjadi lagi dan lagi. Di jeda lagu ke tiga yaitu ‘Aneh’, Mario, gitaris dari AZ menyerukan bahwa music seperti ini pun bisa berjalan lancer tnanpa adanya rusuh dan kericuhan yang terjadi di dalam nya. Tanpa disangka sangka lagu dari Pantera dibawakan oleh mereka yang berjudul ‘Fucking Hostile’, Sampai akhirnya ‘Toleransi’ yang menjadi andalan mereka malam itu, sukses membakar penonton yang terus menggeliat mengucurkan keringat dan semangat mereka tanpa menghiraukan sempitnya ruangan untuk acara sebesar itu. Salute untuk Absolute Zero.
Dan tibalah saatnya Gregory’s Raincoat, band asal Bandung yang sejak kelas 2 sma ini, masih eksis dan menancapkan kukunya di dunia musik independent di bandung. Saya termasuk yang beruntung menyaksikan mereka dari awal berdiri sampai sekarang. Saat acara ini berlangsung dari saya datang, saya penasaran sekali ingin menyaksikan band yang satu ini. menurut saya, formasi GR ini adalah hasil fermentasi yang sudah sangat panjang berlangsung dan sangat matang untuk menjadi sebuah band yang kuat. Dan puncaknya adalah saat kemarin ini. Di mulai dengan intro yang kuat dan hentakan drum Fahmi, menderu deru dada saya seakan ini adalah penetrasi yang sangat panjang untuk mencapai puncak, ( saya merasa begitu). Dan seakan ingin menyudahi penetrasi yang tak kunjung selesai, Brown pun dimainkan setelah intro berangsur selesai. Dentuman bass Martanegara dan raungan gitar dari Maulana dan Adrian seolah membungkus dengan hangat vokal dari Rendy. Dengan tegas mereka membawakan lagu itu dengan tempo yang sangat pas. Saya pun ikut menggoyang goyang kan kaki saya mengikuti iringan lagu itu. Setelah selesai Brown, mereka tidak ambil pusing, langsung dibawakan lagu baru yang kalau saya tidak salah berjudul “Paperland”. Lagu ini sangat menarik, dengan adanya part ‘down tempo’ menjadikan lagu ini menjadi lagu yang tidak biasa mereka buat, tapi inilah yang baru dari mereka. Delay yang kental, vokal yang sedikit samar, menjadikan lagu ini terasa lebih dalam dan penonton yang ada disitu terbius dengan pelan. Setelah lagu tersebut berangsur menghilang, tidak disangka mereka membawakan lagu dari At The Drive In yang berjudul “One Armed Scissor”. Saya sangat setuju mereka membawakan lagu ini, karena dari segi lagu dan semuanya, sangat cocok dengan karakter GR. Jika mendengar lagu ini saya teringat waktu kelas 2 sma, dimana lagu ini saya dengarkan terus menerus. Dan inilah yang terjadi sekarang. Semua personil tampak bersemangat dan full energy sekali, kemarin. Saya rasa, itu adalah penampilan mereka yang terbaik selama ini.
Diakhiri dengan lagu-lagu melodic punk enerjik dari Last Kids, acara ini berlangsung dengan luarbiasa lancar (walaupun ditengah acara ada 2 orang aparat berbaju cokelat datang menghampiri dan mengajak ngobrol saya dengan ramah dan sempat membuat beberapa penonton was-was.) Salut untuk para panitia yang berani mengadakan acara multi-genre semacam ini. Dimana sangat jarang sekali kita temui di Bandung belakangan ini. Semoga acara ini dapat menstimulasi pergerakan musik independen kota kembang dengan wajah-wajah talenta baru dan skena muda yang menderu-deru. Salut ! (Nando/Rayhan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar